Thursday, September 20, 2018

Kemnaker Tidak Serius, Nasib UU Pelindungan TKI Tak Jelas

Pemerintah serta DPR setuju jika salah satunya karena tenaga kerja Indonesia (TKI) terpenting pekerja rumah tangga (PRT) diluar negeri alami permasalahan, seperti kekerasan serta pemerkosaan ialah sebab perlindungan yang ditata dalam undang-undang, tidak jelas. Undang-undang yang disebut di sini yaitu Undang-undang Nomer 39 Tahun 2004 mengenai Peletakan serta Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Hal seperti ini tercatat jelas dalam naskah akademik pembuatan Undang-undang Nomer 18 Tahun 2017 mengenai Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) (red-atau TKI). Dalam naskah akademik, diterangkan, jika UU 39 Tahun 2004 semakin banyak mengatur tentang peletakan TKI di banding tentang perlindungan TKI. Oleh karena itu, DPR serta pemerintah membuat UU 18 Tahun 2017, yang diundangkan serta disyahkan dalam lembaran negara pada 24 November 2017 sesudah disahkan di DPR pada satu bulan awal mulanya.

UU 18 Tahun 2017 ini mengamanatkan pembuatan 28 ketentuan pelaksana atau ketentuan turunan. Batas waktu penyelesaikan pembuatan ketentuan turunan itu dua tahun semenjak UU itu diundangkan. Akan tetapi, sampai sekarang ini, hampir setahun semenjak diundangkan belumlah satu juga ketentuan turunan yang tuntas dirumuskan.

Baca Juga : KM Sangiang dan Harga Tiket KM Sangiang

“Belum satu juga ketentuan turunan dirumuskan. Yang bekerja menjadi koordinator dalam merangkum semuanya ialah Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker),” kata seseorang petinggi eselon I di Kemnaker yang tidak bersedia mengatakan namanya.

Petinggi ini cemas, nasib UU 18 Tahun 2017 ini seperti nasib UU 39 Tahun 2004 yang tidak jelas ketentuan turunannya. “Ada ketentuan turunan cuma satu atau dua tapi itu dibikin pada tahun 2014 serta 2015. Kan aneh, UU-nya diundangkan tahun 2004,” kata petinggi itu.

Realitas yang berlangsung sekarang ini Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri maju menjadi caleg DPR RI daerah penentuan Kota Bekasi serta Depok. Pantuan beritasatu.com, Hanif jarang di kantor. Ia repot mendatangi daerah pemilihannya untuk “kampanye”.

“Bagusnya semua ketentuan turunan tuntas di saat beliau masih tetap menjadi Menaker, mumpung orang yang memahami serta turut merangkum UU 18 Tahun 2017 masih tetap ada serta pada tempat yang sesuai dengan yang sekarang ini. Takutnya jika ada Menaker yang baru kelak kami digeser, jadi merangkum ketentuan turunan agak sulit lagi sebab team baru mesti belajar lagi,” kata seseorang petinggi eselon II yang malas mengatakan namanya.

Baca Juga : Harga Tiket Kapal KM Sangiang dan KM Dorolonda

Dirjen Pembinaan Peletakan serta Perluasaan Kerja, Kemnaker, Maruli Apul Hasoloan Tambunan, yang sangat bertanggungjawab dalam membuat team perumus ketentuan turunan UU itu, tidak sempat bersedia memberi komentar. Bahkan juga Maruli seringkali takut berjumpa wartawan.

Sedang Deputi Perlindungan TKI, BNP2TKI, Anjar Budi Winarso, menyatakan, BNP2TKI cuma bekerja merangkum Ketentuan Presiden (Prespres) menjadi ketentuan turunan dari UU 18 Tahun 2017. “Kami telah menyusunnya, tinggal dibicarakan dengan Kementerian serta instansi lainnya,” katanya.

Salah satunya perihal terpenting yang ditata dalam UU 18 Tahun 2017 ialah menegaskan penyusunan manfaat serta wewenang Kemnaker serta BNP2TKI. Penyusunan yang tegas ini dibikin supaya “perang dingin” pada Kemnaker dengan BNP2TKI seperti yang berlangsung sampai sekarang ini tidak berlangsung lagi dimana yang akan tiba.

Masalah 46 ayat (2) UU 18 Tahun 2017 mengatakan, pekerjaan pelindungan PMI dikerjakan oleh Tubuh yang dibuat oleh Presiden (ayat 1). Tubuh seperti disebut pada ayat (1) di pimpin oleh kepala Tubuh yang diangkat oleh Presiden serta bertanggungjawab pada Presiden lewat Menteri (ayat 2).

Baca Juga : Jadwal KM Dorolonda dengan Jadwal Kapal KM Dorolonda

Beda dengan Masalah 94 ayat (3) UU 39 Tahun 2004 mengenai Peletakan serta Perlindungan TKI di Luar Negeri yang mengatakan, BNP2TKI adalah instansi non departemen yang bertanggungjawab pada Presiden berkedudukan di Ibukota Negara. Ketetapan Masalah 46 ayat (2) UU 18 Tahun 2017 akan di uraikan lebih komplet serta detil dalam Ketentuan Menteri.

Yang akan ditata dalam Ketentuan Menteri yang disebut ialah rencana, organisasi BNP2TKI, pelaksanaan serta pengontrolan atau pengawasan. Salah satunya kelebihan UU 18 Tahun 2017 di banding dengan Undang-undang awal mulanya ialah terdapatnya desentralisasi service pekerja migran Indonesia (PMI) atau TKI, di mana pemerintah daerah dari mulai desa – sampai pemerintah propinsi dilibatkan.

Periset Migrant Care, Anis Hidayah, menyampaikan, sampai kini eksploitasi pada pekerja migran yang seringkali berlangsung akibatnya karena terdapatnya monopoli peranan beberapa pengambil keuntungan dengan brutal serta sewenang-wenang dalam peletakan buruh migran. Mengakibatkan, buruh migran tidak lebih dari sebatas komoditas yang tidak mempunyai bagian manusiawi.

Itu semua berlangsung sebab UU yang lama (UU 39/2004) berkesan memberikan ruangan dengan legal untuk terjadinya monopoli serta eksploitasi. Ruangan itu lewat UU Perlindungan yang baru, dipersempit dengan mendatangkan service terpadu satu atap di tingkat provinsi serta kabupaten, bahkan juga desa. Sebab walau masa otonomi daerah serta desentralisasi sudah berjalan lama, tapi dalam soal perlindungan buruh migran masih tetap begitu sentralistik.

Sampai kini pemerintah daerah tidak banyak ikut serta serta dilibatkan dalam sistem perlindungan buruh migran. Hal seperti ini berlangsung sebab belumlah ada undang-undang yang mengaturnya. Jadi dengan terdapatnya UU 18 Tahun 2017 jadi pemerintah daerah mesti ikut serta serta dilibatkan dalam proses perlindungan pekerja migran.

Akan tetapi, sebaik apapun isi satu Undang-undang jika tidak ada ketentuan turunannya jadi menjadi mandul. Ditambah lagi dalam UU 18 Tahun 2017 telah dengan eksplisit mengatakan ketentuan turunan sekitar 28 buah. Karena itu, penduduk pasti mengharap, Menaker Hanif Dhakiri memerhatikan tanggung jawabnya ini. Selesaikan Pak Menteri !

No comments:

Post a Comment